Penanganan Daerah Rawa Terpadu Dengan Peran Serta Multi Pihak Dalam Era Otonomi Daerah

oleh Robiyanto Hendro Susanto

Abstrak

Alih fungsi lahan di Pulau Jawa, Bali dan Madura, dari penggunaan lahan untuk pertanian ke penggunaan non-pertanian (industri, pemukiman, sarana, prasarana, rekreasi) dapat mencapai 40.000 ha per tahun. Selain itu terjadi juga degradasi lahan, penurunan jumlah dan mutu air untuk kehidupan, disamping terjadinya banjir dan kekeringan. Hal-hal tersebut tentu saja akan mengancam ketahanan pangan nasional mengingat jumlah penduduk Indonesia yang terus meningkat. Pada sisi lain, di pulau Sumatera, Kalimantan, dan Irian Jaya dijumpai lahan rawa seluas 33.3 juta ha, yang merupakan lahan rawa konservasi, lahan suaka alam, dan sebagian kecil dikembangkan untuk transmigrasi, pemukiman, dan produksi pangan. Lahan rawa yang sudah dikembangkan untuk produksi tanaman pangan tapi belum optimal adalah seluas 1,3 juta ha yang tersebar di pulau Sumatera dan Kalimantan.

Pemanfaatan lahan rawa untuk pertanian tanaman pangan dan hortikultura di Indonesia cukup signifikan kontribusinya dalam pertanian nasional. Sebagai contoh, lahan rawa Sumatera Selatan memberikan kontribusi yang nyata untuk total produksi padi Sumatera Selatan (2 juta ton pada tahun 2003). Produksi ini berasal dari rawa lebak (28,6%) dan rawa pasang surut (30%). Pemanfaatan lahan rawa pasang surut untuk pertanian tanaman pangan mempunyai masalah on-farm (penyiapan lahan, tenaga kerja, sarana produksi pertanian, kemasaman tanah, tata air, hama penyakit tanaman), off-farm (panen, perontokan gabah, pengeringan, penyimpanan, pemasaran, dan harga), serta masalah-masalah kelembagaan, transportasi, pembinaan dan penyuluhan, prasarana pendukung, dan permodalan. Selain untuk tanaman padi dan hortikultura, pemanfaatan lahan rawa pasang surut adalah untuk perkebunan, perikanan, hutan tanaman industri, konservasi sumberdaya alam, dan ekowisata. Kendala yang dirasakan dalam pemanfaatan lahan rawa ini adalah: pemanfaatan hanya untuk satu fungsi (sektoral), tidak tersedianya data dan informasi yang akurat, pemahaman yang keliru, pemilihan lokasi dan program yang kurang tepat, program mendadak, keberlanjutan program, koordinasi, transportasi dan pemasaran, air bersih dan sanitasi lingkungan, konservasi sumberdaya alam, kependudukan dan konflik antar suku, dan pendanaan.

Pendekatan yang dilakukan untuk memecahkan dan mengatasi kendala pemanfaatan lahan rawa ini adalah: karakterisasi teknis, sosial, ekonomi dan kelembagaan daerah rawa, pembagian tugas sesuai dengan kewenangan, konsistensi dan komitmen, bantuan teknis dan pendampingan, kelompok kerja, pengembangan sumberdaya manusia, pendidikan dan latihan, pengembangan kerangka penelitian dan pengembangan, jaringan kerjasama, integrasi pengembangan dalam satu kawasan terpadu, pendekatan multi fungsi.

Berdasarkan pengalaman dan pelajaran dalam pemanfaatan lahan rawa Sumatera Selatan dan kondisi yang ada di lahan rawa lainnya di Indonesia maka prospek pemanfaatan lahan rawa untuk mendukung ketahanan pangan nasional perlu memperhatikan: potensi rawa untuk peningkatan kesejahteraan penduduk, pemetaan masalah dan penyamaan visi penanganan, delineasi dan pengelompokan masalah, penyusunan skala prioritas program, pendekatan partisipatif, peningkatan kapasitas kelembagaan pemerintah daerah, sinergi pembangunan antar daerah, pembagian peran pembangunan dan pembiayaannya (role sharing dan cost sharing), pendekatan kawasan dan multi fungsi, peningkatan peran perguruan tinggi dan lembaga litbang, penyediaan data dan informasi, serta kerjasama dan komunikasi antar stake holders (networking).

By | 2010-12-08T10:55:21+00:00 December 8th, 2010|Makalah|0 Comments

About the Author:

Leave A Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.