Robiyanto – Si Manusia Rawa

MUARA Telang adalah daerah persawahan yang sangat potensial di Kabupaten Banyuasin. Total luas persawahan di kawasan pesisir pantai timur Sumatera Selatan itu mencapai 26.680 hektar. Bayangkan berapa ton beras yang dapat dihasilkan jika tiap satu hektar sawah mampu menghasilkan lima sampai enam ton gabah.

Namun, masalahnya, persawahan yang ada di 12 desa di kecamatan tersebut berada di kawasan rawa pasang surut. Hambatan lain, karena hasil panen dari tiap petak sawah sangat besar, petani pun kerepotan dalam tahap pascapanen. “Satu petak sawah menghasilkan seratus karung gabah. Kalau dikeringkan dengan cara biasa, di mana tempatnya?

Syukur kalau tidak hujan, bisa kering dalam satu dua hari. Kalau hujan, yah terpaksa disimpan sampai busuk,” papar Dr Ir Robiyanto H Susanto, M.Agr.Sc, saat ditemui di kantornya di Pusat Data dan Informasi Daerah Rawa dan Pesisir, Jalan KS Tubun, Palembang. Kondisi petani daerah rawa pasang surut sejak lama mengusik perhatian Robi, sapaan akrabnya.

Kegiatan penelitiannya di daerah pertanian pasang surut menunjukkan kepada sarjana pertanian Jurusan Ilmu Tanah Institut Pertanian Bogor ini bahwa ketidakberesan sistem pengaturan air berakibat kegagalan petani mengelola sawah. “Akibat diabaikannya aspek pemeliharaan, kanal yang dibangun di kawasan transmigrasi pasang surut seperti di Pulau Rimau, Karang Agung, Air Sugihan, dan sejumlah desa lain jadi tidak berfungsi,” tutur Robi.

Ia memberi contoh, rusaknya pintu-pintu kanal di Desa Muara Telang mengakibatkan air payau leluasa membanjiri persawahan pasang surut petani. Padi yang mulai menguning pun roboh terkena air. Maka perbaikan kanal dan pemeliharaan pintu air pun menjadi salah satu program prioritas yang disosialisasikan kepada petani di Muara Telang.

Setelah urusan tata air mikro sudah ditangani, selanjutnya petani dibantu dalam proses pascapanen. “Hasil sawah di lahan pasang surut luar biasa karena tanahnya sangat subur. Setiap hektar sawah rata-rata bisa menghasilkan lima ton gabah,” katanya menjelaskan.

Dengan perhitungan ongkos pembelian pupuk Rp 1 juta per tahun, sedangkan hasil panen mencapai Rp 5 juta, penerapan sistem pengelolaan pascapanen secara terpadu memberi petani penghasilan bersih Rp 4 juta per panen.

Saat ini dengan sistem tata air terpelihara, mereka bisa menanam padi dua kali setahun. Produksi gabah yang berlimpah akan menjadi sia-sia tanpa penanganan pascapanen yang tepat. Sebelum program rice-estate diperkenalkan, selama belasan tahun transmigran di Muara Telang mengolah gabah secara tradisional.

Gabah dikeringkan dengan cara dijemur. Tak heran, saat panen setiap jengkal tanah pekarangan, jalan desa, sampai pematang Kampung Telang penuh gabah yang dijemur. “Petani di Telang panen saat sudah masuk musim hujan, gabah pun susah kering. Sering gabah dibiarkan terbungkus selama berhari-hari, akibatnya gabah busuk, kualitasnya pun rendah.

Itu yang disebut beras batik yang harganya murah,” papar Robi. Robi kemudian menggandeng Bulog (Badan Urusan Logistik) untuk membangun unit penggilingan padi di Desa Muara Telang. Dengan begitu, hasil panen petani bisa langsung sampai ke Bulog dalam kondisi baik. “Tetapi, kemampuan Bulog membeli gabah petani juga terbatas.

Namun, dengan perbaikan pengolahan pascapanen, kualitas beras sudah bagus,” ujarnya. Keberhasilan proyek percontohan rice-estate tersebut menarik perhatian Presiden Megawati Soekarnoputri yang datang ke Muara Telang pada Maret 2003 untuk meresmikan penggilingan padi bantuan Bulog itu.

Kecamatan Muara Telang pun menjadi rujukan pengelolaan lahan persawahan di area pasang surut. Saat ini kesejahteraan petani pasang surut di Telang jauh lebih baik. Tak sedikit petani mampu membeli traktor tangan untuk mengolah sawah mereka.

Sejak bertugas sebagai dosen di Universitas Sriwijaya pada 1984, keseharian doktor bidang pengelolaan air dari North Carolina State University ini selalu dekat dengan kawasan pasang surut. Hampir seluruh wilayah rawa dan perairan pasang surut di Sumatera Selatan telah dia rambah. Mulai dari area persawahan pasang surut di pelosok Desa Karang Agung sampai ke hutan gambut di Taman Nasional Sembilang.

Bidang ilmu yang ditekuni laki-laki kelahiran Baturaja, 5 April 1961, ini sejak di bangku kuliah sangat sesuai dengan berbagai permasalahan di lingkungan lahan basah Sumatera Selatan. Alasan itu pula yang membuat Robi memilih mengabdikan ilmunya di kampung halaman. “Saya khawatir semakin banyak kawasan lahan basah yang hilang karena kegiatan pembangunan dengan pendekatan keliru,” kata Robi.

Dia mencontohkan pengembangan Palembang yang dilakukan tanpa mengindahkan karakter asli kota tersebut sebagai daerah rawa mengakibatkan air terperangkap di tengah kota. Palembang pun menjadi pelanggan banjir saat musim hujan. Akibat sistem drainase kota diabaikan, banjir semakin parah saat Sungai Musi pasang tinggi.

Keprihatinan lain adalah minimnya data kondisi lahan pasang surut dan jenis lahan basah lainnya di Sumatera Selatan. Pusat Data dan Informasi Daerah Rawa dan Pesisir yang dia kelola sedang giat mengumpulkan berbagai kajian dan penelitian yang pernah dilakukan terhadap lahan rawa dan pesisir Sumatera Selatan.

Dia juga rajin membangun jaringan dengan berbagai lembaga penelitian kawasan pesisir di tingkat lokal dan internasional. Bagi mahasiswanya di Fakultas Pertanian Unsri, ayah tiga anak ini dikenal sebagai dosen pembimbing yang sangat menaruh perhatian pada perkembangan anak didik. Ia selalu menekankan kemampuan penguasaan teknik dasar ilmu pertanian.

Seluruh mahasiswa bimbingannya diharuskan menjadi asisten di laboratorium agar tidak kesulitan setelah terjun ke lapangan. Robi pun dikenal sebagai pembimbing yang sangat teliti sekaligus telaten. “Bapak itu sangat perhatian kepada mahasiswa bimbingannya. Di mana pun kami berada, ia selalu menjalin kontak.

Bimbingannya yang belum mendapat tempat setelah lulus pun banyak yang ditarik membantu di lembaga penelitiannya,” tutur seorang mahasiswa Robi. Tak heran, suasana kekeluargaan sangat terasa di lingkungan lembaga penelitian yang dipimpin Robi. “Saya selalu menjalin komunikasi dengan anak didik saya, di mana pun mereka bekerja sekarang,” ujar Robi.  (DOTY DAMAYANTI)

By | 2018-10-30T09:00:07+00:00 January 2nd, 2010|Featured, News|7 Comments

About the Author:

7 Comments

  1. Eric Hundin 02/01/2010 at 11:49 - Reply

    I found your blog on MSN Search. Nice writing. I will check back to read more.

    Eric Hundin

    • admin 19/01/2010 at 08:22 - Reply

      dear Eric, thank you for your comment and interest on our website, we are still developing the website mostly on communicating the ideas, comment, R & D etc about the lowland areas. We will have an International Seminar and Workshop on Lowland Development March 18-20, 2010. If you have the opportunity I will be very happy to have you on that occassion. Please check the brosur on the main menu. Regards, Robi

  2. imam 18/01/2010 at 18:17 - Reply

    Pak Robi, gedung bulog yang sudah dibangun di muara telang tidak ada gunanya sama sekali, seperti bangunan tua yang hanya memasang merek besar BULOG. yang perlu menjadi perhatian sekarang adalah sarana transportasi darat, mungkin jika ada penghubung akan lebih meningkatkan nilai jual gabah dan beras karena akan lebih banyak pembeli yang datang ke muara telang. karena saat ini pembelian besar banyak di monopoli oleh orang-orang tertentu saja dengan harga yang minim. karena hanya mereka yang mempunyai tongkang untuk mengangkut beras ke kota. dan yang lebih parah lagi petani banyak yang terjerat hutang di touke gilingan saat akan menggarap sawahnya, dan setelah panen mereka harus melunasi hutangnya dengan cara menjual beras atau gabahnya kepada mereka. petani tidak boleh menjual beras/gabah kepada orang lain jika hutang belum lunas. Itu berjalan terus menjadi rantai hutang yang tak pernah berhenti.

  3. admin 19/01/2010 at 08:16 - Reply

    Terimakasih pak Imam Said, pasca panen dan transportasi memang masalahnya, untuk Telang II Kec Tjg Lago alhamdulillah sudah diakses dengan jalan darat, kita juga sedang mengupayakan agar telang I dapat dihubungkan dengan jembatan ke jalan tol tjg api-api. Idealnya dari dekat Sri Menanti ke ujung P8. Saat ini juga kita bersama-sama Bapak Bupati Banyuasin mengembangkan fasilitas Kota Terpadu Mandiri Telang. Mudah-mudahan nanti Telang II juga akan dapat ditanam jagung di MT II. mohon bantuan pak Imam Said untuk kita sama-sama membina masyarakat, jangan sampai tanah misalnya terjual ke orang luar.

  4. Cafe World Guide 14/02/2010 at 09:58 - Reply

    I just love your weblog! Very nice post! Still you can do many things to improve it.

    • admin 15/02/2010 at 08:22 - Reply

      Dear Sir/ Madam, thank you for the comments, we are still developing the website. There are a lot to share about the lowland conservation and development for a better world,

      regards,
      Webmanager

  5. Robertus Chandrawidjaja 24/12/2010 at 09:20 - Reply

    Saya senang telah bertemu pa Roby beberapa kali; semoga saja terjadi komunikasi yang baik sehingga saya memperoleh masukkan dari beliau; untukmengeembangkan Pusat Kajaian Sistem Sumberdaya Daerah Rawa Universitas Lambung Mangkurat.
    Okey Trims
    Salam,
    “Swamp Thing”

Leave A Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.